Peserta Musyawara Besar IKB-PMPJ se-Jawa dan Bali 2016 di Semarang saat mengikuti Ibadah Pembukaan di hari pertama tanggal 28/12/2016. |
IKBPMMTPNesw - Bagi politikus pemekaran baru adalah lahan baru yang siap panen dalam keuntunganya, politikus melihat bahwa pemekaran baru meningkatkan pembangunan bagi warga setempat, meningkatkan perekonomian, mempermudah akses dari segi apa saja, dan mustinya tidak terlepas dari segi keuntungan elit politikus itu sendiri. Namun, jika kita melihat dari sisi penduduk sangat tidak layak untuk dimerkarkan khususnya di daerah Pegunungan Tengah Papua.
Ini fenomena yang terjadi pada elit dan intelektual di pegunungan, tidak melihat dari segi penduduk, georafis dan yang anehnya lagi, mereka terus gotot ke pusat untuk mendapatkan pemekaran, terkadang dengan isu Papua Merdeka jika tidak diberikan pemekaran. Isu Papua Merdeka adalah obat paling ampuh bagi elit politikus di Papua tanpa melihat efek dari pemekaran baru itu sendiri.
Saya tidak mengores disini tentang politik dan pemekaran baru di Papua namun saya sedikit mengores soal perkembangan IKB-PMPJ dan efek pemekaran baru terhadap mahasiswa. Dalam goresan ini saya sebagai anggota Ikatan Keluarga Besar Pelajar dan Mahasiswa Se-Pegunungan Tengah Jayawijaya Se-Jawa dan Bali (IKB-PMPJ). Sekitar 11 tahun saya mengikuti organisasi mahasiswa Se- Pegunungan Tengah Papua ini, jadi saya tahu benar dalam perkembangan organisi ini dan efek pemekaran baru yang terjadi di kalangan mahasiswa Papua Pegunungan Tengah.
IKB-PMPJ adalah wadah paling besar yang ada di Se-Jawa Bali, sejak saya baru bergabung dalam wadah ini saya banyak belajar apa untungya mengikuti organisasi diluar kampus. Sejak saya bergabung nuansa mahasiswa tahun 2012 ke bawah sangat berbeda dengan nuansa mahasiswa 2013 keatas. Jadi di tahun 2012 ke bawah mahasiswa Se- Pegunungan Tengah dari Puncak Jaya, Puncak Papua, Tolikara, Lani Jaya, Memberamo Tengah, Jayawijaya, Yalimo, Nduga dan Yahukimo semua bergabung dalam wadah IKB-PMPJ entah dari koordinator wilayah (Korwil) hingga Se-Jawa dan Bali. Dan ini saya merasa satu keuntungan besar yang kami miliki dalam IKB PMPJ saat itu, karena seperti berada dalam satu rumah satu keluarga, kami tidak memandang bulu, kami tidak melihat dari sisi Kabupaten, tapi kami hanya tahu bahwa kami dari Papua (anak koteka) dan kebersamaan, kekompokan kami sangat luar biasa namun itu hanya untuk sebuah cerita di saat ini.
Sangat terasa ketika itu ada pemekaran-pemekaran baru di pegunungan tengah, kami tidak lagi IKB-PMPJ tapi setiap kabupaten ingin keluar dari IKB-PMPJ dari Korwil hingga Se-Jawa dan Bali, dan akhirnya benar terjadi sebagian sudah keluar. Ipmapuja adalah salah satunya yang pertama mendirikan pondasi Se-Jawa Bali dan korwil, berpisah dari IKB-PMPJ sejak 2011. Dan disusul dengan tiap kabupaten lainnya sesuai dengan perkembangan mahasiswa.
Pemekaran baru ditambah dengan perkembangan benar-benar membawa efek yang buruk di kalangan mahasiswa di Se- Jawa dan Bali. Dulu satu Bapa dan Mama, makan rica garam bersama, tinggal serumah namun kini tak lagi sama. Efek pemekaran ini sangat susah untuk menyatuhkan mahasiswa, musuh selalu memecah belah, musuh selalu membuat mahasiswa Papua tak lagi satu, tak lagi kompak. Ditambah perkembangan zaman, zaman now adalah generasi milenial, generasi gadget. Mahasiswa banyak egonya, mahasiswa tercipta mental instan, mahasiswa yang malas tahu terhadap keadaan dan ini sangat berbahaya ketika pulang di Papua, kita tidak lagi peduli terhadap pembangunan, ekonomi, sesama, kita main pilih suku, keluarga, korupsi karena ini tercipta dari mental ego, malas tahu, mental instan, mental tidak peduli. Sebabnya, Papua akan begitu-begitu saja dalam perkembangannya, kita hanya akan melihat non Papua terus berkembang di tanah kita sendiri sementara asli Papua sibuk politik yang baku gunting sesama Papua.
Jangan menganggap keadaan yang sedang anda bersama saat ini anda akan merubah ketika anda pulang Papua karena itu tidak akan pernah terjadi, kehidupan akan menuntut kita jadi manusia yang memikirkan diri sendiri padahal dulunya waktu mahasiswa kita berpikir luas.
Jadi, diakhir goresan saya, saya ingin menyatakan bahwa senyata lain untuk menghancurkan dengan mudah adalah dengan mengatakan “Pembangunan, Ekonomi, Kesejahteraan” adalah bahasa paling manis untuk merayu dan menghancurkan. So “yang manis belum tentu manis dan jahat belum tentu jahat” bijaklah kawan.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar